2001: A Space Odyssey

– Ferry Andoni Agustan

 

https://i0.wp.com/www.kinomania.ru/images/posters/156973.jpg

 

Nolan’s Interstellar sudah premier di LA sana tgl 26 kemarin. Belasan review udah gue baca dari web/blog film Amerika selama dua hari ini. Sebuah review yang gue baca di Indiewire nulis “Dapat dipastikan film favoritnya Nolan adalah 2001: A Space Odyssey”

Interstellar tampaknya adalah this year’s Gravity. Tahun lalu Gravity disanding-sandingkan dengan film terbaiknya Kubrick ini. Padahal jauuuhh sih kalo kata gue. Untuk Interstellar gue tarok ekspektasi gue pada “Ini film pretensius” persis seperti yang gue lakuin untuk Inception dan memang setelah menonton, Inception super pretensius.

So sebelum Interstellar rilis Indo 6 November ntar, perlu tampaknya gue refresh otak melihat ulang apa yang dulu bikin gue terkagum-kagum sama sci-fi buatan tahun 1968 ini.

Mari menonton.

2001: A Space Odyssey produksi 1968. Tapi futuristik Production Designnya luar biasa dengan ide-ide cemerlang teknologi yang kemudian muncul saat ini, otentik, detail dan bahkan mengungguli set-set film sci-fi buatan era kita (baca 90s-2000an).

Teknologi era sekarang yang muncul di 2001: A Space Odyssey; video call, iPad, voice command.

Kubrick visioner sejati!!

Rasanya ingin jadi generasi late 60s, jadi bisa menikmati film ini di bioskop. Terutama 30 menit menjelang endingnya. Entahlah apa yang ingin disampaikan Kubrick melalui rentetan semburat display puluhan gelombang warna-warni indah menuju akhir filmnya. Begitu juga dengan nyaris 30 menit pada opening filmnya yang tanpa dialog, menampilkan adegan-adegan ala dokumenter dunia binatang.

Terlepas dari filosofi kehidupan yang terasa berat yang disematkan Kubrick dalam filmnya ini, bahwa 2001: A Space Odyssey adalah sebuah pencapaian sinematik terbaik yang pernah dibuat. Bahkan tahun film ini dirilis manusia belum menyentuhkan kakinya ke bulan.

Kenapa terbaik?

Pertama, tahun 1968, Kubrick mampu merefleksikan apa yang akan terjadi 33 tahun berikutnya dari sudut pandang teknologi. Bahkan tahun 2001 yang sebenarnya tidaklah semaju apa yang ditampilkan Kubrick dalam film ini.

Kedua, buat sinefil yang peduli pada history of film making, pencapaian luar biasa Kubrick dalam mengeksekusi ide-ide cemerlang tentang perkembangan teknologi, dan merefleksikannya pada karya film dengan segala keterbatasan dari teknologi itu sendiri, mengingat tahun 1968, hampir semua yang ditampilkan Kubrick dalam karyanya belumlah ada.

2001 juga mengisi ruang ceritanya dengan sisi psikologis manusia di dalamnya. Ini yang tidak dimiliki oleh Gravity, entah bagaimana dengan Interstellar (kita tunggu 6 November). Melihat 2001 seperti dibawa pada wahana rollercoaster + spaceship dimana kita bisa menikmati pemandangan indah luar angkasa plus disuguhkan filosofi-filosofi hidup yang butuh waktu lama untuk bisa kita pahami.

Jika Terrence Malick untuk The Tree of Life, butuh waktu ke dunia masa lampau dan mikroskopis untuk menjelaskan pemahamannya tentang kehidupan, maka Stanley Kubrick membawa kita ke angkasa. Ya menurut gue The Tree of Life sangat similar dengan 2001: A Space Odyssey. Sebuah pencapaian poetic pada history of film makings.

 

Leave a comment