Reminiscence

jus-timun
oleh Edo Wallad

 

Apa yang saya rasakan setiap bulan ramadhan tiba adalah, kenangan masa kanak-kanak. Bertarawih bersama teman-teman sekampung, sholat subuh, bermain menjelang maghrib, dan lain-lain. Semuanya terasa menyenangkan. Bahkan saat-saat seperti ketika berkumpul dengan keluarga yang serasa menyebalkan, jadi menyenangkan. Melingkari meja makan dengan menu-menu yang selalu ada –sebagai orang Aceh yang wajib ada di meja saya adalah es timun serut-. Maka karena sekumpulan teori itulah saya mengabadikan momen ramadhan sebagai bulan untuk mengingat.

Mungkin bukan masalah masa kecil saja, di banyak lain hal pun dalam hati kita sendiri secara tidak sadar kita memiliki momen tertentu untuk melakukan ritual mengingat sesuatu. Seperti contohnya saat fireworks meluncur di langit tahun baru, anda dalam hati akan mengingat seseorang yang pernah menghabiskan malam tahun baru bersama anda. Bahkan ketika anda bersama orang lain anda mencoba menghadirkan orang itu dalam benak anda.

Tenang, saya tidak akan menyalahkan anda. Siapa yang bisa menahan pikiran liar sendiri. Pikiran anda adalah hak anda sepenuhnya, mungkin yang perlu diingat adalah anda harus tetap berpijak pada masa sekarang. Ada orang yang sekarang bersama anda, ada tanggung jawab yang harus anda jaga sekarang dan lain-lain.

Punya masa lalu memang adalah sesuatu, dan ingat, sebenarnya masa lalu anda adalah masa depan anda*.

*diambil dari lagu “My Future is My Past”-Gods Must Be Crazy

Lirik Lagu Asyik


Teks. Edo Wallad

Rasanya yang kita dengar sekarang di lagu Indonesia hanya lagu seputaran sakit hati, janji, dan selingkuh. Formula itu harus ada agar lagu anda diterima label dan telinga masyarakat (atau membodohi masyarakat dengan membentuk opini publik kalau itulah yang mereka butuhkan). Yang membuat saya miris adalah ketika teman-teman saya akhirnya bermutasi dan berpura-pura bisa menikmati musik picisan itu. Sebut saja ada teman saya yang pernah mengenyam kuliah di negeri kanguru dan bisa menikmati musik seperti Sigur ros, Magnetic Fields, dan Muscles harus mengadaptasi kupingnya supaya bisa menikmati ‘cinta ini membunuhku’ atau ‘lalu bilang i love you padaku’. Bukan cuma dia, salah satu teman yang menjadi biduan di grup reggae terdepan indonesia harus men-tweet kalo dia sebaiknya bisa menikmati lagu-lagu itu agar dia bisa mengerti apa selera pasar Indonesia.

Ketika Fariz RM bincang di talkshow acara saya yang dipandu Farhan dia mengucapkan satu kalimat klise tapi sangat saya rasakan kebenarannya; “musisi 80 (jamannya pop kreatif) itu jamannya musisi menggiring industri, tapi sekarang yang terjadi kebalikkannya. ”

Mungkin lagu saya tidak pernah jadi mengiang di kepala orang banyak, tapi saya lebih baik mati mencoba untuk meningkatkan selera pasar indonesia, dari pada harus terus membodohi selera pasar.