makin ke sini, joko anwar bisa dibilang makin jujur mengeluarkan perspektif personal-politis pada karya-karyanya, yang mencerminkan kematangannya sebagai seorang sutradara. ia punya minat khusus menggali motivasi-motivasi manusia yang berkaitan dengan reproduksi, seperti di film adaptasi novel sekar ayu asmara, pintu terlarang, yang melibatkan janin dan karya seni, dan terakhir di film pengabdi setan ini. yang paling jelas adalah perspektifnya soal simbol-simbol kemapanan peninggalan orde baru yaitu agama dan keluarga inti. inilah yang paling menarik dari pengabdi setan 2017: agama dan keluarga sudah tidak jadi obat pengusir kejahatan seperti film yang lama. adegan munculnya setan berwujud ibu saat rini (tara basro) sholat jadi adegan favorit saya, lucu sekaligus seram. solusi persatuan keluarga yang ‘direvisi’ juga jadi semacam humor pahit yang menyatakan bahwa rasa kekeluargaan khas Indonesia itu tidak akan bisa melawan struktur kejahatan yang sudah terbangun sekian generasi dan menyebar.
sepertinya joko anwar bukan penganut perspektif bahwa horor seringkali jadi simbol represi terhadap perempuan. atau jika ia sadar dengan itu, elemen ini sepertinya tidak terangkat dengan baik. ini yang disayangkan. karena tokoh ibu tidak jadi sentral cerita. motivasi ibu hamil karena ditekan mertua tidak mendapat justifikasi. ibu hanya terkulai sakit lalu mati dan wujudnya diambil alih setan, lalu kemudian diambil alih oleh meme-meme “ibu sudah bisa” di internet.
secara alur banyak yang cukup menimbulkan pertanyaan. seperti kenapa bondi tiba-tiba tidak kesurupan lagi. kenapa, kalaupun bondi dimasuki roh nenek, nenek tega mau bunuh ian, padahal waktu hidup nenek terlihat menikmati sekali main sama ian. lalu bapak ustadz, kenapa dia yang sedang berduka dan urung menolong keluarga setan itu di hari berikutnya kemudian beramah-tamah tanpa beban dengan bapak seolah ia sudah move on dari berdukanya. kenyataan bahwa mereka mungkin anak-anak setan dari bapak yang berbeda juga seolah dibiarkan begitu saja, masak nggak syok sih tau mereka kemungkinan anak setan? banyak karakter penting yang tidak terlalu diberi perhatian dalam perkembangannya sepanjang cerita. mungkin energi tim habis di setting dan viral marketing?
dari segi set, film ini berhasil menimbulkan ketakutan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. cermin di kamar ibu adalah cermin di kamar tidur saya. lemari itu adalah lemari di kamar tamu. rasanya saya pernah menginjakkan kaki di kamar mandi sumur semacam itu. semua tekstur rumah berhasil menimbulkan rasa ngeri yang indah, tanpa jadi benar-benar menghantui. yang sebenarnya cukup untuk saya yang cemen nonton horror ini. saya suka bagaimana saya kini mendengar sam saimun “di wajahmu kulihat bulan” tidak sama lagi, dan tatapan asmara abigail tidak mudah lepas dari ingatan. semua unsur yang sifatnya aksesoris seimbang ditampilkan di film ini. tara basro adalah figur perempuan yang harus lebih sering ditampilkan di layar Indonesia. badannya nggak kerempeng, kulit nggak putih, yah cukup ada beberapa poin yang di luar standar cantik industri hiburan di Indonesia, walaupun saya tadinya mengharap dia bisa lebih dieksplor lagi aktingnya.
bagi penggemar film horror indonesia, film ini mungkin terlalu rapi dan polished, dan kurang bisa memberi terobosan baru dalam teknik pembuatan film horror. tapi buat saya, upaya joko anwar untuk secara jelas memasukkan perspektif personal-politisnya patut diapresiasi, sehingga saya menunggu film seperti apa lagi yang akan ia buat berikutnya.