oleh Mikael Johani*
Kebun Binatang adalah kombo/portmanteau menakjubkan dari berbagai macam fairy tales, fabel Alkitab, cerita legenda, realisme magis Apichatpongian, dan entah apa lagi. Itu baru plotnya. Film dimulai dengan seorang anak perempuan balita mencari-cari bapaknya di sebuah hutan yang kita tahu dari berbagai blurbs tentang film ini, adalah Kebun Binatang Ragunan. Apakah anak perempuan ini seorang Jane masa depan/Mowgliwati/Georgina of the Jungle? Where are the wild things? Kemudian ada sebuah shot yang begitu indah memperlihatkan kolam pelikan di Ragunan (yang ada patung gajahnya) pagi-pagi sekali, hanya ada anak kecil tadi dan binatang-binatang yang bergerak pelan. OK, jadi ini bukan hutan, maupun Kebun Binatang, maupun Taman Margasatwa, tapi Taman Firdaus! Dan anak perempuan kecil tadi adalah Hawa, primordial (wo)man!
Tapi Hawa kecil ternyata punya teman-teman manusia lain di Taman Firdaus ini, segerombolan manusia yang juga tersesat (dari mana dan menuju ke mana?) dan hanya nyaman hidup bersama kuda nil, jerapah, dan macan. Sebuah Peacable Kingdom indeed! 

Hawa kecil tumbuh menjadi ABG bernama Lana, yang bersama castaways/squatters di kebun binatang ini, suka bantu-bantu pawang yang resmi, biarpun sekedar mandiin macan. Kadang-kadang Lana meniru pose binatang-binatang itu, agar mereka merasa punya teman. Obsesi Lana adalah membelai perut Jera, jerapah loner yang tinggal sendirian di kandangnya.
Hidup bagaikan surga di Kebun Binatang, sampai keluar pengumuman bahwa semua penghuni tidak resmi harus segera keluar dan cerita film ini berubah menjadi sebuah banishment/exile story. Untung seorang penghuni gelap baru sudah sempat set up camp di situ untuk mencuri perhatian Lana. Seorang tukang sulap keliling yang selalu berdandan ala koboi. Trik utama koboi pesulap ini adalah memindah-mindahkan bola api di tangannya dan melevitasi tisu yang kemudian hangus terbakar. Dia adalah Prometheus yang memperkenalkan api/ilmu pengetahuan kepada Lana!
Prometheus mengajak Lana keluar dari kebun binatang. Mendandaninya dengan kostum Pocahontas. Ternyata di luar sana Lana diperbudak mendorong-dorong gerobak tukang sulap kelilingnya yang berat, memasakkan makan malam, dan jadi target main belati di sebuah pasar. Namun Lana kelihatannya menjalani semua ini dengan senang-senang saja. Si tukang sulap sempat mengajari Lana memindah-mindahkan bola api di tangannya sendiri sebelum tiba-tiba ia meng-Houdini dan lenyap dalam sebuah prestige sulap yang gagal/moksa dalam bola api ciptaannya sendiri.
Lana yang kehilangan panutan melanglang buana yang asing sampai akhirnya tersesat/dibawa oleh serendipity yang kelewatan ke sebuah panti pijat++. Ia dilatih oleh @tigerlilybubu yang overacting dan totally out of tone dengan the rest of the movie, kemudian mulai bekerja dengan mulanya seragam nyubi warna putih, kemudian naik kelas ke seragam sepuh warna ungu, warna janda, atau warna stola penatua. Ternyata panti pijat++ ini tidak ada bedanya dengan kebun binatang yang rasanya telah lama sekali ia tinggalkan. Penuh dengan kuda nil-kuda nil yang berendam di air sampai kepala, dan macan-macan yang hanya bisa tenang jika Lana memakai kostum macan juga. Apakah peran mimikri dalam menaklukkan hati manusia?
Lana diberi nocan 33, umur Yesus waktu ia disalib, dan mulai sering membayangkan mudik ke kebun binatang tiap kali ia break merokok dari rengekan merokoki penghuni-penghuni kebun binatang++nya. Apakah Lana = Maria Magdalena, dan akan menjadi satu-satunya saksi kebangkitannya sendiri dari Delta Spong?
Tidak ada buraq untuk mengantarkan Lana kembali ke Palestinanya, maka ia naik odong-odong saja. Sesampai di kampung halaman, ternyata si anak hilang merasa teralienasi dari lingkungan yang terasa familiar sekaligus asing. Dirinya tersingkir dari frame postcard shots kebahagian keluarga-keluarga bertamasya di hari Minggu. Foto bersama ular, membelai anak macan, ibu-ibu yang menyodorkan hape untuk membungkam anaknya yang rewel. Distraksi-distraksi buat masyarakat urban yang ditelan seperti Brain Candy.
Untung si Jera masih di sana, walau ia sekarang terlihat sedikit lebih CGI. Lana akhirnya bisa membelai perut busungnya yang mungkin penuh kantong plastik dan bungkus Kacang Garuda. Mungkin Lana ingin masuk juga ke dalamnya, back to the womb! Of LIFE! Tapi tentu tidak bisa, yang bisa ia lakukan hanya meraba periphery-nya.
Prometheus, api, diusir dari surga—semuanya hanya menimbulkan komplikasi. Dan eksil selalu diakhiri dengan keterasingan dan kegamangan pada tanah air dan diri sendiri—seperti yang terjadi pada Bani Israil, walaupun tidak terjadi pada Simba. Dunia memang tidak pernah bisa direduksi dalam sebuah plot Disney, dan selalu ada cerita yang terpaksa tidak diikutsertakan dalam sebuah kartu pos karena keterbatasan tempat. Maka sekarang orang lebih memilih nge-Path. Namun raison d’etre-nya sama, mengkoleksi fragmen-fragmen petites histoires yang semoga masih bisa disusun jadi sebuah grand narasyong, di bumi seperti di sorga.