giring ganesha, sang mantan, sang juara

oleh: ratri ninditya
 

tadi malam, saya berdiskusi dengan si ngewer dan kakaknya mengenai Giring Ganesha, vokalis band Nidji yang makin hari makin mirip Ridho Roma.

ada beberapa kesimpulan tentang ‘seniman’ yang satu ini (dia ngaku loh dia itu seniman banget):

  1. Giring seorang megalomaniak
  2. Giring tidak pernah lulus atau suka mencontek ujian Bahasa Indonesia
  3. Giring is trying too hard to be poetic
  4. Giring stress karena kebanyakan tuntutan dari industri musik (pasar dan label rekamannya)

hal ini paling terlihat dalam lirik lagu Sang Mantan

dari judulnya, kita berasumsi ia menggunakan ‘Sang Mantan’ sebagai kata ganti orang ketiga karena ‘Sang’ fungsinya mirip ‘The’ pada Bahasa Inggris, yakni menyebut sesuatu yang telah dibicarakan sebelumnya. Jika digunakan dalam konteks ‘Mantan’, maka penggunaan kata depan ‘Sang’ berfungsi menekankan bahwa mantan pacar ini adalah orang yang berarti dalam hidup orang pertama yang menyebut. Dia bukan Si Mantan, satu dari sekian puluh yang ecek-ecek, melainkan Sang Mantan, yang meninggalkan memori manis tak terlupakan.

ternyata eh ternyata, Sang Mantan menunjuk pada diri sendiri, dapat dilihat pada bagian reffrain,

“… Saat ku terpuruk sendiri

Akulah sang mantan

Akulah sang mantan…”

geer banget ya dia, pede banget ngira mantannya ngomongin dia dan menganggap dia berarti.

kegeeran berlanjut, juga pada bagian reffrain,

“…Kini engkau pun pergi

Saat ku terpuruk sendiri……

Kini engkau pun pergi

Saat ku jatuh dan sendiri…”

kenapa kita tuduh geer, krn mau ampe kiamat juga namanya sendiri gak ada yg mungkin ninggalin pergi kan udah gak ada org lain lagi. kecuali, jika sendiri yang dia maksud adalah single atau tidak berpacar, namun masih sempat dikejar-kejar sang mantan. sekarang, mantan tersebut berhenti mengejar. sedangkan, giring gak mau kehilangan fans. sehingga, keadaan ‘terpuruk, jatuh, dan sendiri’ yang sudah dideritanya mungkin akan makin parah tanpa mantan yang mengejar. ha ha aha.

namun asumsi bisa jadi berlebihan, mungkin saja dia hanya gak bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar (lihat kesimpulan kedua dan ketiga). ada yang bilang lirik lagu tidak harus logis dan masuk akal, karena itu adalah seni. namun, fungsi yang tidak logis dan masuk akal itu untuk menguatkan rasa dalam lagu, seperti lirik Risalah Hati dari Dewa,

“Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta kepadaku”

sedangkan lagu Sang Mantan ini malah membuat penciptanya terlihat tolol. ketololan berlanjut karena Giring nampak bersusah-payah menjadi poetic, sayangnya jadi terlihat pathetic. Contohnya,

“Kini roda telah berputar”

dan

“Sakit teriris sepi”

kalau yang ini sih lebih ke masalah selera. beberapa orang mgkn tidak keberatan dgn itu. tp klo buat saya sih mengganjal sekali, ditambah irama melayu gak karuan. enakan Ridho Rhoma kemana-mana deh. menurut si ngewer, Peter Pan lebih mengena,

“…engkau bukanlah segalakubiarkan hujan menghapus jejakmu…”

kalau tidak mau menyalahkan Giring, mungkin kita bisa anggap dia stress dapat tuntutan dari banyak pihak (kesimpulan 4). kalau saran saya buat Giring sih, daripada “…pikiran pusing tidak karuan, mendingan kumpul kebo (ya cuma kebo-keboan)…”

 

*pertama kali diposting di sini

**gambar diambil dari sini

giring dengan gayanya yang aduhai