Tiga belas tahun setelah Finding Nemo dan puluhan sindiran Ellen Degeneres terhadap sekuel yang nggak pernah ada, akhirnya Finding Dory dirilis juga. Di film ini, seperti judulnya, giliran Dory si ikan pelupa yang dicari. Tapi ini bukan tentang Marlin dan Nemo gantian mencari Dory yang hilang, melainkan Dory yang mencari dirinya sendiri dan dalam prosesnya selalu kehilangan dirinya, lagi dan lagi.
Adegan-adegan Finding Dory nggak terlalu banyak terjadi di laut, yang artinya, dia tidak se-eye candy film pendahulunya, terutama buat yang suka Finding Nemo karena suka sama laut, kayak gue.
Kalau ini bukan Disney, pasti semuanya akan lebih greng. Sayangnya, film ini masih masuk dalam zona aman ala Disney: tema tentang keluarga ideal, trauma free, nothing too extreme. sedih banget nggak, lucu banget nggak. Ada sedikit keimutan, walaupun bukan imut-melodramatis-sedetik-cute-detik-berikutnya-nangis. Penggambaran selama cerita nggak cukup untuk bikin bener-bener simpati. Gimana rasanya di tengah lautan lepas sendirian tanpa inget apa-apa dan punya siapa-siapa? Gimana rasanya punya masalah yang nggak ada obatnya? Saya berharap rasa Dory ini seperti rasa Up, pedih samar-samar yang bertahan sampai akhir cerita, walau semua tujuan akhirnya dicapai. Tapi saya nggak dapat itu.
Tapi kekuatan film ini justru ada di ketidakgrandeannya. Ellen Degeneres berhasil ngombinasiin nonchallant sama gak pedenya Dory. Dia talent VO idaman gue kayaknya. Karakter-karakter lain juga cukup charming dengan motif-motif yang sederhana, misalnya orang tua Dory yang bertahun-tahun tinggal di tepi laut yang keruh isinya cuma rumput laut demi nunggu anaknya, atau seekor gurita yang antisosial karena things would get ugly if he felt threatened, ia benci mekanisme bertahan dirinya sendiri (familiar yah?). Ada humor-humor yang nggak berusaha terlalu keras, kayak Destiny yang separuh buta (takdir itu buta?) dan fakta-fakta ilmiah yang diterjemahin dengan seru, kayak ecolocation ala sensor hantu dan California current yang kayak jalan tol (dari Nemo pertama udah ada si). Gimana lagu What a Wonderful Life ditempatkan seger banget, juga pilihan Unforgettable buat nutup film. Cuman saya ngelewatin post credit scene, emang apa sih scene-nya?
Dory rupanya punya atribut kelas menengah ngehek, gabungan positif thinking Mario Teguh dan sedikit superstitious sama pertanda. Mungkin ini yang bikin kurang simpati. Mungkin ini salah Disney.
Oleh: Ratri Ninditya
*gambar diambil dari sini